Luqman Hakim (Dok. Ist) |
RepublikIndonesia.net - Anggota Komisi VIII DPR, Luqman Hakim, mengekspresikan keprihatinannya terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dan remaja.
Menurut Luqman, kebijakan ini dapat menimbulkan persepsi yang salah mengenai seksualitas di usia remaja dan berpotensi mempromosikan hubungan seksual dini.
"Pelaksanaan aturan tentang kesehatan reproduksi remaja harus dipastikan jangan menjadi pintu bagi seks bebas di kalangan remaja," kata Luqman Hakim dilansir dari DetikNews Selasa (6/8/2024)
Luqman menekankan bahwa upaya sistem reproduksi untuk anak usia sekolah atau remaja seharusnya tidak termasuk penyediaan alat kontrasepsi, karena hal ini tidak sejalan dengan norma agama dan susila di Indonesia.
"Dengan adanya akses langsung ke alat kontrasepsi, ada risiko bahwa remaja akan menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang dapat diatasi dengan mekanisme teknis semata, tanpa memperhatikan aspek emosional, moral, dan sosial yang penting," jelasnya.
"Ini berpotensi mempromosikan pemikiran bahwa hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima, asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi, tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur," sambung Luqman.
Ia menegaskan bahwa sekadar menyediakan alat kontrasepsi tidak cukup untuk mengatasi tantangan kesehatan reproduksi remaja.
"Karena itu, aspek edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja harus menjadi prioritas utama dibandingkan pemberian alat-alat kontrasepsi," ujarnya
Menurut Luqman, pendidikan seksual merupakan upaya yang lebih baik daripada penyediaan alat kontrasepsi yang dapat dianggap sebagai legitimasi hubungan seks di kalangan remaja.
"Fokus utama seharusnya adalah pada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang mencakup pendidikan seksual yang berkualitas, konseling, dan dukungan emosional," urainya.
"Program pendidikan di sekolah harus dirancang untuk memberikan informasi yang akurat dan relevan mengenai kesehatan reproduksi, serta mendukung perkembangan emosional dan moral remaja," imbuh Luqman.
Selain itu, Luqman juga meminta adanya kepastian bahwa program ini tidak dipengaruhi oleh kepentingan bisnis produsen alat kontrasepsi.
"Program ini harus memastikan bahwa remaja memahami bukan hanya mekanisme teknis dari kontrasepsi, tetapi juga risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur," terang Luqman
Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan dengan saksama dampak jangka panjang dari kebijakan ini dan memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar bertujuan untuk kesejahteraan remaja.
"Fokus utama harus pada kesejahteraan dan pendidikan remaja, bukan keuntungan komersial. Jangan sampai program ini disetir oleh produsen alat-alat kontrasepsi demi keuntungan bisnis mereka semata," tukasnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa pelayanan kontrasepsi yang dimaksud dalam peraturan tersebut tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan khusus bagi mereka yang telah menikah dan membutuhkan penundaan kehamilan dalam kondisi tertentu.
"Kondom tetap untuk yang sudah menikah. Usia sekolah dan remaja tidak perlu kontrasepsi. Mereka harusnya abstinensi atau tidak melakukan kegiatan seksual," beber dr Nadia dilansir dari DetikNews Selasa (6/5)