REPUBLIK INDONESIA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa seluruh buku, baik dalam bentuk cetak maupun digital, bebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, pengecualian berlaku bagi buku yang terbukti melanggar hukum.
“Sesuai dengan PMK Nomor 5/PMK.010/2020, dinyatakan bahwa semua buku (baik cetak maupun digital) adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, di Jakarta, Selasa (28/11/2024).
Meski mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, ada ketentuan hukum yang harus dipatuhi. Buku-buku yang mengandung unsur yang bertentangan dengan Pancasila, mengandung isu diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), pornografi, atau unsur lain yang melanggar hukum tidak termasuk dalam kategori yang dibebaskan dari PPN.
Menurut Dwi Astuti, untuk menetapkan bahwa suatu buku melanggar hukum, diperlukan keputusan pengadilan yang sah. “Pembuktian tentang kandungan unsur tersebut harus melalui putusan pengadilan. Dengan demikian, sepanjang tidak ada putusan pengadilan, semua buku bebas PPN,” jelasnya.
Dalam Pasal 1 PMK 5/2020, buku diartikan sebagai karya tulis atau gambar yang diterbitkan dalam bentuk cetakan berjilid maupun publikasi elektronik yang tidak berkala. Adapun Pasal 2 PMK 5/2020 menjabarkan jenis buku yang bebas dari PPN, yaitu:
- Buku pelajaran umum.
- Kitab suci.
- Buku pelajaran agama.
Definisi buku pelajaran umum merujuk pada UU Nomor 3 Tahun 2017, yang mencakup buku-buku yang digunakan dalam berbagai jenjang pendidikan, termasuk pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan pendidikan khusus.
Selain itu, buku umum yang mengandung unsur pendidikan juga termasuk dalam kategori bebas PPN, dengan syarat tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tidak diskriminatif terhadap SARA, dan tidak mengandung unsur pornografi, kekerasan, atau ujaran kebencian.
Sebelumnya, aturan pembebasan PPN pada buku diatur melalui PMK 122/2013. Dalam aturan tersebut, buku-buku seperti hiburan, musik, roman populer, komik, karikatur, katalog non-pendidikan, horoskop, horor, hingga reproduksi lukisan tidak termasuk dalam kategori bebas PPN. Namun, regulasi ini telah dicabut dan digantikan oleh PMK 5/2020, yang memberikan ruang lebih luas bagi berbagai jenis buku untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak.
Kebijakan pembebasan PPN untuk buku merupakan bagian dari upaya pemerintah mendukung perkembangan literasi di Indonesia. Dengan meringankan beban pajak pada buku, diharapkan masyarakat memiliki akses yang lebih luas terhadap berbagai jenis bacaan yang mendukung pendidikan dan pengembangan wawasan.
Melalui aturan ini, pemerintah juga memastikan agar industri penerbitan tetap berjalan sesuai dengan koridor hukum, sekaligus mendukung pertumbuhan budaya baca di kalangan masyarakat luas.